Pengawasan Distribusi BBM Industri Untuk Kapal Ikan Di Jateng Ditingkatkan

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah melalui Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) akan terus meningkatkan pengawasan di pelabuhan-pelabuhan untuk menindak peredaran ilegal solar di wilayahnya, menyusul ditemukannya penyalahgunaan dan penyimpanan solar bersubsidi di wilayahnya. Juwana, Pati oleh Bareskrim Polri.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Jateng Vindewan Tiskiantoro mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Satuan Polisi Pamong Praja Bolirud, Pangkalan Angkatan Laut (Lanal) dan Pertamina untuk mengawal pendistribusian bahan bakar minyak sintetis (BBM) ke kapal penangkap ikan. Saat ini, setidaknya ada 11 pelabuhan yang digunakan untuk distribusi solar industri.

“Kami berkoordinasi dengan Polyrod, Bulda, Jateng dan Lanal, serta Pertamina untuk melakukan pemantauan. Saat ini ada 11 pelabuhan yang digunakan untuk mendistribusikan solar industri yang digunakan oleh kapal penangkap ikan,” katanya dalam siaran pers yang diterima di Semarang pada hari Kamis.

Menurut Fendiawan, saat ini ada 27 perusahaan yang terdaftar sebagai distributor solar industri di wilayah Jawa Tengah. Perusahaan-perusahaan ini harus memenuhi sejumlah persyaratan yang ditetapkan, untuk dapat mendistribusikan solar industri.

“Untuk menjadi distributor solar industri, persyaratannya antara lain terdaftar di Kementerian ESDM dan BPH Migas, memiliki nomor induk usaha dan dapat menunjukkan faktur pajak pembelian,” katanya.

Selain itu, untuk menerbitkan izin operasi pendistribusian BBM industri kepada kapal penangkap ikan di pelabuhan perikanan, BUPIUNU atau penyalur juga harus melampirkan dokumen, seperti Ordonansi Umum Perizinan Niaga; Perjanjian kerjasama distribusi dengan BUPIUNU (jika agen/distributor); surat perintah dari distributor kepada kepala pelabuhan perikanan DKP cq; surat penunjukan pegawai lapangan dari distributor/BUPIUNU; dokumen hukum perusahaan; pernyataan fakta surat data; dan Piagam Integritas.

Sesuai peraturan pemerintah, hanya kapal dengan berat kurang dari 30 Grosstone (GT) yang boleh menggunakan solar bersubsidi, sedangkan kapal di atas 30 ton wajib menggunakan solar industri.

“Saat ini di Jateng ada 1.024 kapal dengan bobot lebih dari 30 ton. Kami sangat berharap para pemilik kapal terbiasa dengan penggunaan solar sesuai regulasi pemerintah,” ujarnya.

Diakuinya, disparitas harga antara bahan bakar bersubsidi dan bahan bakar sintetis banyak dikeluhkan oleh pengusaha industri perikanan di Jawa Tengah. Tercatat harga solar bersubsidi saat ini Rp 5.150 per liter, sedangkan harga solar industri sekarang Rp 15.750 per liter.

“Nah, itu masalahnya. Saya dengar harga di Patti kemarin Rp 15.750 per liter. Beberapa waktu lalu di Rp 10.000, mereka teriak-teriak,” katanya.

Fendi juga menjelaskan, alokasi kuota untuk bahan bakar spesifik (JBT solar) di Jawa Tengah pada 2022 adalah 1.970.904 kL, sedangkan alokasi kuota untuk bahan bakar spesifik (JBT BBM solar) adalah 1.188.908 KL.

Sementara itu, untuk mengantisipasi penyalahgunaan BBM industri, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah akan mengirimkan surat kepada BPH Migas terkait permintaan pengawasan pendistribusian BBM industri di KPBU Jateng. Selain itu juga melakukan evaluasi operasional pendistribusian BBM setiap 3 bulan sekali.

“Kami juga akan memberikan surat peringatan dan permintaan konfirmasi distribusi BBM industri yang melakukan penyalahgunaan (faktur pajak di bawah harga publish/keekonomian; nama pembeli yang tercantum dalam faktur pajak tidak sesuai dengan nama pemilik kapal; nama distributor tidak terdaftar sebagai resmi BUPIUNU.”)

Vindiwan menambahkan, pihaknya juga akan berkoordinasi dengan BPH Migas dan Kementerian ESDM terkait regulasi distribusi BBM industri. Hal ini dilakukan sebagai upaya menekan peredaran bahan bakar minyak ilegal, khususnya di industri perikanan.

“Dalam waktu dekat, kami juga akan bertemu dengan BPH Migas untuk memastikan aturannya. Karena pemerintah daerah hanya melaksanakan di lapangan,” tambah Vindiwan.

Soal verifikasi data di lapangan, Vindiwan mengaku pihaknya terus berkoordinasi dengan direktur pelabuhan. Termasuk memastikan keakuratan data faktur pajak yang akan dikoordinasikan dengan Kanwil Ditjen Pajak Jawa Tengah.

Ia menyimpulkan, “Jika ada data yang tidak lengkap yang tidak memenuhi persyaratan, akan dikembalikan untuk dilengkapi. Untuk faktur pajak, kami akan berkoordinasi dengan Kantor Pelayanan Pajak Jawa Tengah.”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *